ICCA Indonesia
“Life is not about having, it’s about being” – Nick Vujicic
Stigma negatif tak jarang masih melekat di masyarakat bagi individu disabilitas mereka tak jarang dianggap sebagai warga masyarakat yang tidak produktif, tidak mampu menjalankan tugas dan tanggung jawab sehingga hak-haknya pun diabaikan, salah satunya adalah kesempatan mendapatkan pekerjaan yang layak. Kesempatan bekerja layaknya orang kebanyakan sebelumnya hanya menjadi mimpi bagi individu disabilitas. Saat ini, telah banyak perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk bersaing tanpa perbedaan. Begitu pula yang terjadi di dunia contact center, Industri ini telah banyak menyerap tenaga kerja dari penyandang disabilitas. The Best Contact Center Indonesia sebagai ajang paling bergengsi bagi industri contact center tahun ini memberikan ruang dan kesempatan bagi mereka untuk unjuk kemampuan dan berbagi pengalaman bekerja pada bidangnya masing-masing.
Tanggal 27 Juli 2017, menjadi hari terakhir dari empat hari rangkaian lomba The Best Contact Center Indonesia untuk kategori individual. Di kategori Agent Disability, kawan-kawan disabilitas berbagi pengalamannya dalam menangani berbagai macam permasalahan dan kebutuhan setiap customer pada perusahaan masing-masing.
Kami Tidak Berbeda
Dengan mengikuti The Best Contact Center Indonesia, Kusmiyati ingin membuktikan individu disabilitas pun dapat melakukan apa yang dilakukan oleh orang lain. Ini adalah pertama kalinya Kusmiyati mengikuti ajang seperti ini, rasa gugup tak bisa lepas dari dirinya, apalagi ketika memasuki ruangan presentasi. Berbagai macam raut wajah juri semakin membuatnya gugup, tapi semua itu hilang dengan sendirinya. “Alhamdulillah bisa jawab pertanyaan fishbowl lancar, tinggal tunggu hasilnya aja, masih sedikit degdegan ini” ungkapnya sambil tersenyum.
Wanita asal indramayu ini bercerita sedikit bagaimana sampai ia bisa menjadi seperti sekarang ini, mandiri hidup di kota besar, bekerja di perusahaan besar dan dapat menjadi kebangaan orang tua. Walaupun pada awalnya sang ibu sempat tidak mengizinkan ia untuk pergi ke jakarta, namun dengan bujuk rayu akhirnya iapun mendapatkan izin. Sebelum bergabung di layanan contact center, Kusmiyati berkegiatan di Yayasan Wisma Cheshire, ia diberikan berbagai pelatihan untuk menambah keterampilan. Dari yayasan tersebut pula ia mendapatkan informasi adanya lowongan kerja bagi individu disabilitas di layanan contact center. “Aksesibitas publik yang masih minim untuk kami yang kadang menjadi hambatan, tapi hal tersebut tidak membuat saya patah arang, berbagai cara dilakukan agar dapat menghadapi hambatan itu”
Jadi tukang ojek sampai bekerja di Layanan Contact Center.
Bekerja di layanan contact center adalah pengalaman berharga bagi Sigit Putro Agung. Lulusan S1 Sekolah Tinggi Komputer Indonesia ini mulai bergabung dengan Layanan 147 sejak Maret 2016. Sebelum diberikan kesempatan bekerja di Telkom, ia sempat menjalanin profesi sebagai tukang ojek, membuka usaha sendiri sampai menjadi pengrajin handicraft. Ia bercerita bagaimana sampai ia bisa bergabung menjadi keluarga besar 147 Telkom Malang, dari mulai seleksi awal sampai interview user, semuanya di perlakukan sama seperti pekerja pada umumnya, tidak ada yang di istimewakan.
Ia sangat bangga dapat mengikuti ajang The Best Contact Center Indonesia. Tema yang di usung untuk presentasinya adalah keluarga, ia memposisikan pelanggan layaknya keluarga yang perlu di dengar segala keluh kesahnya, perlu dipahami dan dicarikan solusi yang tepat bagi permasalahannya. Dengan mengikuti TBCCI 2017 Ayah dengan satu orang anak ini mengaku bisa lebih mengukur kemampuan diri sendiri dan lebih banyak lagi mendapatkan ilmu. Ia mempunyai satu pesan bagi orang-orang yang masih memiliki stigma negatif terhadap kaum disabilitas “Jangan memandang sebelah mata kaum disabilitas, karna keterbatasan fisik bukanlah hambatan untuk melakukan segala hal yang kalian fikir kami tidak mampu.”
You must be logged in to post a comment.