Alyah Amalia
SIM, JAKARTA: Alkisah, ada tiga pemuda yang penuh semangat datang di hari kedua The Best Contact Center Association (TBCCI) 2017. Mereka tiba terlalu pagi di Gedung Kalbis Institute, Pulomas, Jakarta Timur demi bertarung di laga bergengsi itu. Dengan berbekal kostum yang sesuai dengan kepribadian masing-masing serta materi yang sudah dikhatamkannya, mereka menunggu untuk dipanggil panitia. Ketiga pemuda itu berjuang mewakili perusahaan kebanggaannya, Call Center PT Swakarya Insan Mandiri (Swamandiri Call Center). Mereka akan menghadapi permasalahan atau perjuangan yang sama: presentasi kategori individu untuk manager dan supervisor.
Salah seorang dari mereka yang bernama Evin Khalsa Sitepu, tampil necis dengan jas berwarna abu-abu dengan celana chinno. Dia nampak percaya diri saat sampai di Gedung Kalbis Institute, tepatnya di depan pintu Ruang 4, lantai 7. Tidak ada beban di raut mukanya, walau dia dijadwalkan tampil giliran pertama di pukul 08:00 WIB. Sebelum tampil, Evin yang juga merupakan Center Head Swamandiri Call Center Medan, sedikit mengingat kembali materi-materi yang sudah dipersiapkan dengan matang jauh-jauh hari.
Sekitar 15 menit sebelum tampil, Evin tampak ngobrol dengan kawannya dari satu perusahaannya, yaitu Mario Randi dan Satria Aria Penala. Ketiganya biasa disebut sebagai “Tiga Serangkai” dari tim Swamandiri Call Center. Sama seperti Evin, Mario dan Satria juga menjabat sebagai Center Head Swamandiri Call Center untuk wilayah Kranggan, Bekasi. Sekilas Mario mengajak Evin bercanda supaya tidak tegang.
“Bang, fokus ya presentasinya ke juri. Jangan gagal fokus gara-gara ngelihat peserta yang cantik-cantik,” ujar Mario ke Evin. Tiga Serangkai tertawa pecah, kemudian mereka bertiga pamer kemesraan di depan backdrop official The Best Contact Center Indonesia (TBCCI) 2017.
Giliran Evin presentasi tiba. Sebelum masuk ruangan, Tiga Serangkai pun saling menyemangati supaya lebih semangat. “Pikirin hadiahnya ke Eropa ya bang, jangan mainnya ke Bekasi aja,” celoteh Mario diikuti senyum evin. Evin pun nampak penuh percaya diri memasuki ruangan 4, yang didalamnya sudah siap 10-15 dewan juri vote lock.
Pas. Selang 30 menit berjalan, Evin keluar ruangan dengan penuh kepuasan dan kemenangan. Dia yakin, presentasinya yang telah dilakukannya tersebut berjalan lancar. Bahkan dia sangat bersyukur dapat berkontribusi di ajang tahunan Indonesia Contact Center Association (ICCA) ini, sebab hal ini juga pengalaman dia yang pertama.
“Sangat luar biasa ya, sangat terbantu dengan adanya acara ICCA ini. Ini kan jarang, dengan adanya perwakilan ini bisa menambah pengalaman kita, karena begitu pentingnya bisnis call center ini,” kata Evin seusai presentasi kategori individu di Gedung Kalbis Institute, Pulomas, Jakarta Timur, Selasa, 25 Juli 2017.
Konsep yang Evin paparkan adalah mengenai Budaya Kerja “Happy”. Evin berpendapat bahwa di dalam konsep Budaya Kerja “Happy”, harus memuat unsur-unsur tentang sharing session antar agent, mengikuti kompetisi event eksternal dan improvement yang berkelanjutan. Untuk mencapai Budaya Kerja yang diharapkan, Evin membuat program kerja yang dinamakan 100% SIM Ampuh, yaitu program pengembangan sumber daya manusia dengan rasa kekeluargaan, sehingga tim dapat bekerja dengan baik. Sekali lagi, tiada keraguan yang Evin rasakan, karena dia dapat menyampaikan idenya dengan sangat lancar.
“Saya lancar-lancar saja bahasanya mengalir, tidak seperti yang dipikirkan sebelumnya. Tadi saya penyampaiannya 100 persen pas, dari durasi yang telah diberikan oleh panitia, saya bisa mencapai waktunya pas,” imbuh suami dari ibu Br Sembiring ini.
Tak lama setelah Evin keluar, selang 10 menit berjalan, saatnya giliran Mario yang memasuki Ruang 4 di lantai 7 tersebut. Pria yang gemar melontarkan jokes-jokes yang mengocok perut itu tampil percaya diri dengan busana yang kasual. Kemeja lengan panjang dengan warna keabu-abuan dan celana jeans hitam, ditambah dengan jaket training yang sempat dia kenakan menunjukkan bahwa Pria kelahiran Balikpapan, 11 Maret 1981 tersebut memang fansboy olah raga, terutama Basket.
Sebelum Mario masuk ruangan, Evin menawarkan makanan “Makan dulu lah bro, masih ada 10 menit,”. Mario menjawab “Kaga bang, ntar dagingnya nyelip di gigi waktu presentasi. Kan ga enak kelihatan juri,”. “Bedebah kau!,” Evin menimpalinya.
Mario pun masuk ruangan. Dari balik kaca pintu ruangan, terlihat Mario menerangkan materi presentasinya dengan sangat santai. Kesemua dewan jurinya pun terkesima. Mereka secara seksama melihat isi slide presentasi yang dihiasi potret dirinya dan timnya dengan mata terpana.
Nampaknya Mario menjelaskan isi materi lebih capat dibandingkan dengan waktu yang disediakan oleh panitia. Sehingga, salah satu juri melontarkan pertanyaan fishbowl ke Mario dan terlihat berhasil dijelaskannya dengan baik. Tepat 30 menit waktu presentasi dapat diakhiri dengan mulus oleh ayah satu anak ini dengan wajah penuh kemenangan.
“Karena saya sudah kedua kali ikut presentasi di TBCCI, jadi tidak terlalu gugup,” kata Mario dengan bangga.
Meskipun begitu, ternyata Mario sempat memikirkan ekspresi dewan juri ketika melihat setelannya. Pasalnya, di venue acara hampir semua peserta presentasi individu mengenakan busana yang rapih dan berjas.
“Gile ya, semuanya pada rapi-rapi banget. Pada pake jas. Dewan juri kan mungkin kaget lihat gue yang pakeannya kasual gini,” celoteh Mario.
Namun Mario tidak memperdulikan hal tersebut, sebab yang menjadi penilaian utama adalah konten dari masing-masing peserta. Selain itu, dia juga bersyukur karena ruangan yang dipakai presentasi tidak seluas saat TBCCI 2016, jadi rasa grogi yang dulu pernah berkecamuk dalam dirinya, sudah bisa diatasi saat ini.
Penggemar berat Michael Jordan ini menganalogikan presentasi individu ini layaknya review perfomance rutin di perusahaannya. Jadi bukan hal yang baru bagi dia. Seperti halnya saat dia menjawab pertanyaan dari juri mengenai kontribusi apa yang telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas center yang ditanganinya.
“Pertama tentu saja diawali dengan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia)-nya. Setelah SDM kita perbaiki, selanjutnya adalah continous training atau training berkelanjutan. Yang ketiga adalah mengembangkan fungsi QA (Quality Assurance), supaya dapat memberikan penilaian dengan baik kepada agent-agent,” jawab Mario kepada juri kala diberi pertanyaan fishbowl tersebut.
Mario bercerita, secara umum konsep konten yang dia sampaikan saat lomba individu tadi mengambil filosofi dari permainan Basket. Dengan prinsip yang dia pegang “Dengan Sehat, Kita Bisa Mencapai Target yang Baik”, dia mencetuskan strategi bola basket ke dalam peningkatan perfomance perushaan. Dengan program kerja Offense, Defense dan Fastbreak dia yakin bahwa hal tersbeut sangat cocok diterapkan di dunia contact center.
Strategi Offense atau menyerang di dalam olah raga artinya, bagaimana caranya membuat agent-agent mencapai target yang telah ditentukan, dengan sepenuh hati dan tanggung jawab. Maka dari itu, perlu adanya sistem quick win bagi yang telah mencapai target dan insentif supaya meningkatkan kinerja agent. Untuk Defense atau bertahan berarti perlu adanya strategi supaya dapat meminimalisir turn over agent. Selain itu juga perlu adanya suasana kerja yang aman, nyaman dan kondusif di kantor, dengan cara diadakannya acara kekeluargaan rutin, Call Center Got Talent dan pengajian. Terakhir, Fastbreak atau strategi ‘dadakan’ adalah cara yang paling ampuh jika mengalami situasi mendadak atau urgent terkait penurunan perfomance.
Usai menjelaskan pengalaman presentasinya, Mario dan Evin kembali menyemangati Satria yang sebentar lagi akan presentasi.
Satria, orang ketiga dari Tiga Serangkai ini sudah tidak perlu diragukan lagi kemampuannya di dunia Call Center ataupun di dunia Karate nasional. Dia adalah Satria, yang mendapatkan giliran paling buncit diantara personil Tiga Serangkai. Dia kebagian urutan di jam 12:15 siang. Jadi saat Evin dan Mario sudah keluar dari ruangan presentasi dan bernapas lega, jutru Satria lah yang dalam fase grogi. Meskipun ini pengalaman pertamanya mengikuti ajang bergengsi ICCA, Satria tetap bisa santai. Apalagi setelah dia diberikan motivasi oleh Ibu Mira Sonia yang juga selaku Direktur Bisnis PT Swakarya Insan Mandiri bagaimana cara menguasai panggung dan audiens.
Sama seperti Evin, Satria nampak necis walau tidak memakai jas kala itu. Dia justru lebih terlihat smart and casual dengan busana yang dikenakan. Telihat di balik pintu, dia sudah mulai memaparkan idenya melalui slide presentasinya yang bertemakan Karate. Seperti diketahui, bahwa Satria merupakan orang yang cukup senior di Swamandiri Call Center dan sudah paham betul bagaimana menangani berbagai permasalahan yang ada.
Satria selesai presentasi sesuai dengan tepat waktu. Dia menjelaskan materi yang digarapnya dengan santai tanpa ada kesan lambat atau terburu-buru. Semuannya mengalir lancar. Saat dia keluar ruangan, barulah dia menceritakan konten materi yang dia bawakan khusus untuk TBCCI 2017 ini.
“Pada intinya saya memasukkan unsur karate ke dalam materi presentasinya, yang bisa diambil mungkin untuk di dunia kerjanya adalah semangat dari dunia karate,” ujar Satria setelah selesai presentasi kategori individu.
Mengapa Satria memasukkan unsur karate di dalam konten presentasinya? Jawabannya karena sejarah dari karatenya itu sendiri. Seperti diketahui, karate berasal dari negara Jepang yang notabene memiliki watak masyarakatnya memang pekerja keras dan disiplin dalam melakukan pekerjaan. Sifat disiplin dan pekerja keras itulah yang berusaha Satria implementasikan ke dalam Swamandiri Call Center.
Menciptakan budaya disiplin memang bukan pekerjaan mudah. Hal ini juga menjadi pekerjaan rumah bagi manajemen perusahaan dimanapun. Dibutuhkan penerapan dan pembentukan kultur perusahaan yang baik supaya semua karyawan dapat berperilaku disiplin. Dalam hal ini, Satria ingin menekankannya kepada aspek hak dan kewajiban karyawan di dalam pekerjaan. Apabila perusahaan sudah memberikan hak karyawan berupa gaji, maka dengan demikian karyawan harus memenuhi kewajibannya sebagai pekerja perusahaan.
“Tanpa sadar mereka saya brainwash untuk melakukan hak dan kewajibannya dalam pekerjaan. Jadi intinya yang saya lakukan adalah menyadarkan mereka, apa yang mereka harus lakukan atas dasar sesuatu yang telah mereka dapatkan. Setelah dapat gaji, mereka harus menjalankan kewajiabannya. Bekerja. Kita kontrol achievement mereka,” pungkas Satria.
Seusai semua selesai presentasi pukul 13:00 WIB, Tiga Serangkai tersebut mengobrol di Kantin Kalbis Institute lantai 1. Mereka saling bertukar cerita, pengalamannya yang mereka alami saat presentasi kategori individual hari ini. Namun yang jelas, canda tawa selalu terlontar dari mulut mereka. Seakan tiada beban atau penyesalan yang terjadi. Justru rasa optimisme yang tinggi menyelimuti aura mereka bertiga.
Pas lagi asyiknya ngobrol, tiba-tiba beberapa reporter dari Astra Honda Motor (AHM) yang membawa kamera video minta waktu ke Tiga Serangkai untuk diinterview dan diminta testimoninya. Karena mereka bertiga tidak biasa diinterview, mereka saling tunjuk. Sifat jahil Mario pun keluar, dia bilang “Wawancara ini saja mas, namanya Pak Evin. Dia boss kami dan artis call center kami,”.
Tak sempat mengelak, Evin pun menjadi bulan-bulanan reporter. Sekujur wajahnya disorot kamera dan dihujani lampu blitz. Evin diserbu ribuan pertanyaan repetitif. Melihat Evin yang menjadi seperti artis sedang dikerubutin media, Mario bersorak “Yak sekali motret lima ribuan, lima ribuan. Bukan sulap, bukan sihir. Barang antik, barang antik!,”.
Setelah lelah dikeruminin media, Evin, Mario dan Satria lapar dan mencari makan di warung depan Gedung Kalbis. Nampaknya, cobaan terhadap Evin belum berakhir. Lagi asyik ngopi, Evin ditanya oleh fotografer dari Bank Panin. Fotografer tersebut bilang “Bapak manager ya? Saya senang sekali dengan gaya bapak sebagai seorang manager yang mau makan di tempat yang biasa. Saya minta fotonya ya, soalnya cocok sekali ini sebagai contoh manager yang peduli bawahan,”. Sambil mengunyah gorengan Evin menjawab “Terserah kau lah,”. Jawaban Evin itu membuat Mario dan Satria tertawa. Mario pun menimpali “Fotonya yang banyakan mas. Dia itu bos kami yang sangat mengayomi. Kalau bisa candid aja biar kelihatan sewarung-warungnya,”.
Seperti halnya candaan Mario yang tak pernah putus kepada Evin dan Satria. Begitulah keseharian yang mereka jalani. Mereka bekerja serius, namun semuanya terlihat dan terasa fun-nya. Hal inilah yang membuat beban pekerjaan seperti apapun terasa ringan.
You must be logged in to post a comment.