Andi Anugrah
Memang ada benarnya juga. Jika dirasakan sudah berjalan, semua pelayanan rasanya sudah tertangani dengan baik, terus apa yang harus diperbaiki. Apakah ini sekedar alasan konsultan untuk mencari celah kekurangan dari operasional contact center mereka ? Tentu saja ini menjadikan konsultan harus memperhatikan bahwa usulan perbaikan harus benar-benar bisa meyakinkan mereka. Menyakinkan bahwa dengan melakukan perbaikan yang direkomendasikan, akan ada dampaknya bagi bisnis mereka.
Begitulah, proses untuk menemukan perbaikan yang harus dilakukan di suatu contact center membutuhkan waktu yang tidak singkat. Ibarat seorang dokter, tidak serta-merta langsung bisa memberikan obat. Jika kita hanya diperiksa dengan memegang bagian tertentu dari tubuh kita dan langsung diberikan obat, rasanya tidak puas. Kita bisa meragukan dokter tersebut, ada juga dokter yang terkesan periksa sana periksa sini. Selanjutnya menuliskan resep yang panjang, tanpa penyampaian yang jelas, sebenarnya apa masalahnya.
Di sinilah tantangan seorang dokter dan seorang konsultan contact center untuk berkomunikasi dengan baik, menyampaikan sumber permasalahan. Yang harus disertai pula dengan dampak yang diakibatkan, jika permasalahan tersebut tidak diatasi dengan segera. Bisa jadi berdampak terhadap biaya yang lebih besar, bisa juga berdampak pada potensi kehilangan pendapatan dan bisa juga potensi kehilangan karyawan atau kehilangan pelanggan. Memang tidak semua pihak memahami bahwa pada saat mengundang konsultan untuk memeriksa contact center mereka, maka penyakitnya akan kelihatan. Mereka tidak mau diberikan kabar kejelekannya, hanya ingin tahu bahwa mereka telah melakukan dengan baik. Mungkin bagi manajemen atas akan merasakan masukan yang berarti atas kekurangan tersebut, namun bagi pelaksana dibawah, mereka merasa ditelanjangi. Semua kekurangan mereka kelihatan dan bisa jadi mereka terkesan tidak melakukan pekerjaannya dengan baik.
Tugas seorang konsultan untuk memperlihatkan hal-hal baik yang telah mereka lakukan, serta melihat kekurangan sebagi potensi perbaikan. Kemudian meyakinkan kepada manajemen untuk menerima hasil kajian dan melaksanakan sesuai dengan yang direkomendasikan. Begitu juga tugas konsultan untuk meyakinkan pelaksana tugas melakukan perbaikan yang berpeluang untuk perbaikan kinerja dan prestasi mereka. Jika tidak mendapatkan penerimaan dari kedua belah pihak, maka akhirnya rekomendasi yang diberikan menjadi tumpukan kertas yang tidak dapat dilaksanakan.
Pada akhirnya kalimat “begini saja jalan, lalu kenapa harus melakukan perbaikan”, hanya menjadi sebuah penolakan. Kalimat itu hanya menjadi suatu alasan, karena setiap kita butuh perbaikan dan kesempatan untuk melakukan perbaikan. Sebagaimana kita semua tetap menginginkan perbaikan dalam pendapatan kita, perbaikan dalam kemampuan kita membeli dan perbaikan dalam memenuhi kebutuhan kita. Ada kalanya kita harus melihat dari luar untuk memahami kekurangan dan melakukan perbaikan. Untuk itulah tenaga konsultan memberikan jasanya yang memberikan suntikan ide segar dari luar. Bisa jadi pula, salah satu cara untuk mengkritik bawahan adalah dengan menggunakan konsultan.
Mengingat ada atasan tertentu yang mau mengingatkan anak buahnya dengan cara tertentu dan menggunakan pihak luar. Dengan demikian tidak terjadi konflik kepentingan internal dan pandangan yang diberikan tidak bersifat emosional, namun lebih bersifat usulan sesuai “best practice”. Semua itu butuh keterbukaan untuk menerima ide dan masukan perbaikan. Kita harus bisa memilah mana yang tepat diterapkan dan mana yang tidak. Pada akhirnya bukan konsultan yang menikmati hasil dari perbaikan itu, tentunya manajemen contact center itu sendiri. Bagi konsultan, setelah selesai dengan yang satu, mungkin saja ia sudah berpindah ke perusahaan lain untuk melakukan program perbaikan berikutnya.
Kita sebagai pelaksana yang akan mendapatkan hasil dari ide yang konsultan berikan. Memandang secara positif perbaikan, akan membawa kita untuk terus menerus mengkaji peluang perbaikan berkelanjutan. Bagaimanapun sebagai sebuah proses pelayanan, maka contact center akan berhadapan dengan kebutuhan pelanggan yang terus menerus berubah. Jika tidak siap melakukan perbaikan, maka akan tertinggal dengan pesaing. Begitu juga peluang perbaikan bisa dilihat dari aspek potensi kehilangan pelanggan, potensi kehilangan pendapatan, ataupun potensi pemborosan biaya operasional. Perbaikan bisa dilakukan jika kita bisa melihat dengan cara terbuka terhadap proses yang dilakukan. Jika kita tidak bisa melihat potensi perbaikan, kita bisa mengundang pihak ketiga untuk memberikan pandangannya.
Ketika pelaksana pekerjaan menyadari bahwa mereka harus melakukan perbaikan berkelanjutan, maka ia akan melakukan Analisa terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Ia akan memperhatikan key performance indicators (KPI) yang digunakan dalam mengukur cara kerjanya. Dari KPI tersebut ia bisa melihat hal-hal yang belum maksimal dan melihat potensi perbaikan yang bisa dilakukan. Inilah kemampuan yang harus dikembangkan seorang Leader di contact center, tidak hanya kemampuan kepemimpinan, namun kemampuan analisa dan kemampuan pengembangan bisnis. Jadi saatnya kita melakukan analisa terhadap pekerjaan yang kita lakukan, kemudian menyusun rencana perbaikan.