Published on 10 July 2018

HIKAYAT AYAH DI BALIK MEJA

Words by:
avatar

ICCA Indonesia

“Sharing is caring… dan istiqomah dalam kebenaran” – Iwan Djunaedi

Satu, dua, tiga, empat, lima, …enam. Ya, enam tahun sudah pria ini berkarya dan mengembangkan pribadinya dalam tubuh contact center. Bukan waktu yang singkat dan bukan proses yang mudah. Tapaknya hadir dalam ruang arena presentasi di hari kedua berlangsungnya ajang The Best Contact Center Indonesia 2018.

Mungkin para peserta tegang, gugup, takut atau bahkan panik bila melihatnya. Betul, pria ini adalah salah satu dewan juri yang duduk di balik meja untuk menyimak serta menilai siapa pun yang di hadapannya. Namanya Iwan Djunaedi. Ia sendiri lebih suka bila namanya ditulis menjadi Iwan DJ. Telah menjadi juri sejak 2012 spontan membuat diri ini pun bertanya padanya, “Kok mau?”. Tidak ragu, Iwan pun menjawab, “Menjadi juri itu… selain bisa belajar best practice contact center dari para peserta, juga bisa menjalin relasi dengan sesama praktisi contact center… Namun, yang paling mendasar adalah mendapatkan pengalamannya itu sendiri”.

Bagi Iwan, makna contact center bukan hanya sekadar profesi dan sekadar ruang untuk insan-insan mencari upah. Karirnya yang mulai dititi sejak 2001 sangat berpengaruh besar dalam kehidupannya. “Yang paling spesial adalah saya menemukan jodoh di dunia kerja yang sama yaitu di contact center”, ucapnya sambil tersenyum.

Head of Marketing Radikari ini memiliki dua putra yang kini sudah memahami pekerjaan ayahnya. Mengikuti ajang contact center, baik di dalam maupun luar negeri, kadang membuat dua putra di rumah menunggu dan bahkan pernah merajuk karena waktu yang bisa dijalin bersama ayahnya terpakai untuk hal lain. “Selama saya bekerja di dua tempat yang berbeda, yaitu Radikari dan trainer di tempat lain, persoalan waktu menjadi tantangan tersendiri. Salah satu sarana untuk tetap berkomunikasi dengan keluarga tentu melalui handphone, namun bila ada training saat weekend, saya selalu mengajak keluarga saya agar mereka pun memahami apa yang saya kerjakan sebagai seorang trainer”, belum selesai Iwan pun menambahkan, “Akidah adalah segalanya… Saya juga menyempatkan diri untuk membaca dzikir pagi dan petang dengan keluarga atau pun membaca Al-Qur’an secara bergantian setelah shalat subuh”.

Membagi waktu antara karir dengan keluarga menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh pria kelahiran 1974 ini setiap harinya. Begitu pun dalam menjalani peran sebagai juri, Iwan ternyata menghadapi tantangan yang berbeda. Baginya, sportivitas adalah nilai yang harus dijunjung tinggi dan dipegang oleh semua anggota dewan juri. “Bagi saya yang terpenting dalam ajang ini adalah ‘fair play’ dan konsisten tanpa terpengaruh siapa pun dan dari mana pun para peserta tersebut berasal”, tegasnya.

Nilai sportivitas yang sangat dianut ini diimplementasikan Iwan dalam kehidupan karirnya. Meski sebagai juri, pria ini juga menjadi mentor bagi beberapa peserta The Best Contact Center Indonesia 2018. Tanggung jawab yang diembannya sebagai mentor peserta, baik dari perusahaannya sendiri maupun perusahaan lain, hanya diembannya hingga Hari-H ajang berlangsung. Ilmu yang telah diberikan, kenal personal dengan beberapa peserta, tidak mempengaruhi Iwan dalam memberikan penilaian bagi siapa pun yang tampil di depannya. Sekali lagi ia pun menegaskan, “fair play”. Meski mungkin sulit bagi kita untuk menerapkannya, Iwan toh mampu menjalaninya dalam enam tahun terakhir.

Satu teladan yang bisa kita petik dari sosok Iwan adalah kepiawaiannya dalam mengatur waktu, terutama membagi antara waktu pribadi dengan waktu berkarir. Terdengar klasik, namun mungkin sulit diterapkan oleh kita. Teringat diri ini pada mantan Kapolri yang masih menjadi sosok inspiratif Indonesia, Jenderal Hoegeng. Kedisiplinan Hoegeng menjadi hal yang tidak bisa ditampik oleh siapa pun. Menjadi pribadi yang disiplin mungkin adalah pilihan, namun bila dijalani, tentu hidup akan lebih tertata dan bisa diwarnai lagi dengan lebih indah. *)

 

 

 

%d bloggers like this: