Published on 1 August 2016

Berpikir Out of The Box

Words by:
avatar

Alyah Amalia

Seorang lelaki, mungkin usianya sudah diatas 30 tahun. Kepalanya berulang kali mengangguk, menggeleng, bahkan tangannya ikut-ikutan garuk kepala. Dia berada di dalam ruangan berpendingin udara, berukuran sekitar 10 x 10 meter. Tampaknya, dia seperti sedang dikuliahi oleh seseorang perempuan setengah baya, yang mengenakan pakaian serba terang. Lelaki itu tampak tak hirau dengan hal-hal yang terjadi di sekitarnya, lantaran perempuan itu memaparkan hal yang membuatnya sangat tertarik.
Adapun, perempuan setengah baya itu adalah juri ajang kompetisi Indonesia Contact Center Association (ICCA) 2016. Dia mengenakan kerudung berwarna hijau muda, sangat muda warnanya, sehingga tampak serasi dengan jas putih yang dikenakannya. Gurat wajahnya begitu tegas menampakkan wibawa. Lalu apa yang menyebabkan si lelaki menunjukkan gelagat seperti itu di depan sang juri? Dan mengapa sang juri begitu antusias bertutur ungkap di hadapan si lelaki? Temukan jawabannya, seminggu lagi…

Baiklah tak usah menunggu seminggu. Sebenarnya, Senin 1 Agustus 2016 adalah hari pertama ajang kompetisi ICCA, dimana seluruh pekerja contact center berkumpul, beradu kemampuan memaparkan apa yang mereka lakukan dalam tugasnya selaku garda terdepan komunikasi interaktif, bertarung menjelaskan konsep kerja mereka, dan semua tentang kreatifitas pekerjaan mereka.
Lewat ajang ini pula, akan dipilih siapa saja yang berhak meraih medali platinum sebagai penghargaan tertinggi, medali emas, perak, dan perunggu. Para peserta kompetisi harus bisa meyakinkan para juri, bahwa apa yang mereka lakukan memang sangat didambakan manfaatnya oleh masyarakat. Karena contact center di sebuah perusahaan, instansi, lembaga, organisasi, adalah pihak yang berada di garis paling depan dalam menghadapi masyarakat secara langsung.

Kompetisi ICCA 2016 dimulai
Kompetisi ICCA 2016 dimulai

Kembali kepada si lelaki dan sang juri. Lelaki itu juga salah seorang peserta kompetisi ICCA 2016, yang sedang mendengarkan opini dari salah satu juri penilai ajang tersebut. Dan ruangan tempat mereka berinteraksi, tak lain ialah salah satu dari banyak ruang kuliah milik Kalbe Institute, yang terletak di Pulomas, Jakarta Pusat tempat ajang ICCA 2016 digelar.

“Dia itu reporter yang sedang mewawancarai juri. Anda tahu siapa juri yang sedang diwawancarainya?” ungkap Ketua ICCA Andi Anugerah. Mungkinkah sang juri yang sedang diwawancarai reporter adalah dosen Kalbis yang menjadi juri? Sehingga gaya bicaranya begitu memancarkan informasi yang membuat orang enggan berpaling seperti Soekarno saat berorasi meyakinkan perjuangan rakyat pada 1945 lalu? Atau apakah dia seorang psikolog?

Bukan dosen bukan juga psikolog, namun perempuan itu memiliki cerita yang menarik sebuah inspirasi. Berikut obrolan sang juri dengan reporter.
“Saya punya cerita dari anak saya. Tahun 2001, anak saya menyopiri mobil mikro sedan mewah milik adik saya, yang kapasitasnya cuma 2 (dua) seat, di tengah hujan deras, menjelang waktu tengah malam. Di depan anak saya, ada halte bus. Tapi dia paham bahwa takkan ada bus lewat jam segitu. Taksi lewat, mungkin iya. Ada tiga orang yang anak saya lihat. Oh ya, ada yang perlu Anda ketahui.”

“Apakah itu Bu?”

“Anak saya lelaki juga seperti Anda.”

“Baiklah. Dia lelaki tulen seperti saya. Lalu bagaimana kelanjutan ceritanya Bu,”

“Nah yang anak saya lihat, pertama, seorang kawannya yang pernah menyelamatkan anak saya, saat dia kecelakaan dan kritis di rumah sakit. Kawannya itu sedang pulang lembur. Kedua, anak saya melihat ada orang hamil yang mengalami pecah ketuban, yang harus segera ke rumah sakit. Dan ketiga, dia lihat ada gadis pujaannya, yang sejak lama ingin dia ajak bicara, namun selalu tak sempat. Pertanyaan saya untuk Anda, siapa yang harus Anda dahulukan agar Anda bisa mendapat yang Anda mau dari ketiga orang itu?

“Haha, begini jawaban saya. Mobilnya serahkan saja ke temen anak ibu itu, dan dia bawa ibu hamil itu ke rumah sakit. Dan anak ibu? Ya bisa berduaan nunggu taksi bersama gadis pujaannya di halte.”

“Betul. Itu yang dinamakan out of the box. Saya bahkan bisa memberikan jawaban yang lebih dari cara out of the box Anda. Hanya butuh keberanian berfikir.”

“Apa jawaban itu Bu?”

Ibu juri pun memaparkan bahwa pada intinya, tak perlu harus mengikuti jalan cerita yang dipaparkannya. Semua orang bisa berkreasi, menghasilkan sesuatu indah. Dalam konteks cerita yang dia paparkan, sebenarnya dari otak kiri, akan timbul pertanyaan, bagaimana bila si teman itu tak bisa bawa mobil? Dan selesai sudah nasib si ibu hamil. “Maka itulah dalam jawaban Anda, kita anggap si teman itu mampu membawa mobil, supaya ceritanya jadi happy ending,” ungkap sang juri.
DSC05399a
Bahkan, lanjut sang juri, demi mendapatkan happy ending yang lebih unik, boleh saja beranggapan bahwa si perempuan pecah ketuban itu adalah janda yang diceraikan lelaki tak bertanggungjawab. Perempuan itu pulalah teman lama yang pernah mengorbankan nyawanya untuk menolong, sekaligus dia yang menjadi gadis pujaan. “Wah, ngawur dong Bu? Kan di cerita itu 3 orang. Kenapa sekarang 3 orang dijadikan 1 orang?”
Sang juri, yang memang bukan sekedar orang asal berbicara, menekankan bahwa sesuatu hal tak harus dipikirkan secara mainstream. Karena semua masalah dapat dilihat dengan persepsi yang indah. “Semua tergantung cara berpikir kita. Itulah out of the box. Sayangnya saya belum menemukannya di ajang ini. Tapi saya yakin pasti ada peserta yang out of the box,” tutup sang juri yang menjabat sebagai Kepala Klip Pajak, Henny Setyawati. Hal itu pulalah yang dia terapkan kepada anak buahnya di contact center Dirjen Pajak atau Klip Pajak dalam menjalani pekerjaan mereka. Sukses Contact Center Indonesia.