Published on 7 May 2015

Bahkan Manusia Harus Disemprot NOS, Seperti Mobil Dong?

Words by:
avatar

ICCA Indonesia

Bersyukurlah bagi mereka yang mudah tersenyum, karena tak sedikit mereka yang harus merogoh kocek dalam-dalam hanya untuk bisa tersenyum. Kita bisa lihat mereka yang depresi, hidupnya selalu merasa sedih, pesimis, suram, padahal secara materi mereka bisa dibilang banyak duit. Mereka terpaksa datang ke dokter psikolog atau psikiater untuk berkeluh kesah. Bahkan sampai sang dokter harus menyemprot gas ketawa, yang harganya tak murah. Gas ketawa atau dinitrogen monooksida adalah gas yang tidak berwarna dan berbau ‘manis’. Jika seseorang menghirup gas ketawa, orang tersebut akan terbebas dari rasa sakit.

Mereka datang ke psikolog dan psikiater, karena mereka paham bahwa senyum adalah kekuatan. Tanpa senyuman, maka satu kekuatan hidup hilang dari badan. Itulah sebabnya mereka rela berkorban demi satu senyuman. Maka tersenyumlah lepas, tak perlu ditahan-tahan karena senyuman memiliki kekuatan tersendiri. Bagi kami yang bergelut di bidang contact center, rasa syukur yang tak terhingga kepada Sang Maha Pencipta adalah kami selalu tersenyum. Perkara senyum itu karena tuntutan pekerjaan atau memang datang dari diri sendiri, namun yang terpenting adalah kami menjadi terbiasa tersenyum.

Dengan begitu diri pun menjadi terbiasa memiliki kekuatan, karena senyum adalah kekuatan. Di ajang kompetisi The Best Contact Center (TBCI) 2015 hari ini (Kamis, 7 Mei 2015), masih bertempat di Gedung Balai Kartini, Jakarta Selatan, bisa digambarkan bahwa seisi gedung sedang dipayungi oleh energi senyuman. Kategori Lomba kali ini adalah untuk mereka yang di posisi Telesales, Team Leader Outbound, Telemarketing, Customer Service, Manager Sustomer Service, Team Leader Customer Service, WFM, IT Support, dan Desk Control.

Menyenangkan

Tak ayal, karena banyak sekali kejadian-kejadian menyenangkan, lucu, bahkan kejadian gokil kalau kata anak muda sekarang. Seperti yang dialami Ria Agnesti, Costumer Service < 100 dari Sinar Mas Land. Ria tertawa terbahak-bahak lantaran teringat apa yang dialaminya di depan dewan juri. “Andaikan bukan karena senyuman manis kakanda, tak akan jadi begini. Diam-diam GAGAL FOKUS..”

Ria Agnesia (berbaju khas Padang) bersama Puspita Sari dari BICARA 131, keduanya sesama orang Padang.
Ria Agnesia (berbaju khas Padang) bersama Puspita Sari dari BICARA 131, keduanya sesama orang Padang.

Begitulah yang dialami Ria. Menurut pengungkapannya kepada reporter BICARA 131, kompetisi ini adalah yang perdana yang diikutinya, sepanjang dirinya berkarir di contact center. “Perasaan saya bercampur aduk. Untungnya, saya punya teman-teman yang memberikan dukungan ke saya,” ungkapnya. Dengan berbekal dukungan itu, menurutnya sudahlah cukup baginya untuk melaju ke kompetisi.
Sampai di depan dewan juri, ternyata, tak disangka tak diduga, apa yang sudah dipersiapkan olehnya mendadak buyar.
“Kenapa Mbak Ria?” tanya BICARA 131.
“Sayanya.. Di di dalam tadi sudah oke sih sebenarnya. Tapi.. Cuma karena anu..”
“Karena apa?”
“Dewan jurinya..”
“Kenapa dengan dewan jurinya?”
“Ada yang ganteng. Jadi gagal fokus deh sayanya..,”
“Gubrak…”

Kami pun tertawa terkekeh-kekeh dalam wawancara khusus ini. Ria yang berasal dari Padang, Sumatera Barat, tak kuasa menjaga konsentrasi hanya lantaran ketampanan. Mungkin inilah tampaknya gambaran kecil yang dialami para gadis-gadis pendamping Zulaikha ketika melihat Nabi Yusuf dengan daya tariknya. Nabi Yusuf tak dipungkiri, memiliki semiliar pesona bagi miliaran perempuan di dunia. Namun mungkin untuk kejadian ini, pesona dewan juri berhasil menjerat sang Ria Agnesti dari Padang. “Ketika mata saya menatap mata dia, kayaknya sesuatu terjadi gitu,” ujarnya sumringah. “Cuma karena dia menarik perhatian saya. Jadi, saya agak gagal fokus sehingga saya lupa sama pantun saya terakhir. Tapi tak apa, semua bisa teratasi.”

Berbicara soal energi, setelah datang dari pengalaman menyenangkan Ria yang melahirkan senyuman lebar di ruang kompetisi, ada lagi getaran energi yang datang dari salah satu peserta TBCCI 2015 satu ini. Dialah Arya Kristina, Team Leader Customer Service < 100 dari PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Arya Kristina datang dengan setumpuk energi perjuangan, dan diwujudkan dalam penampilan militer. “Karena area aku itu wilayah daerah Surabaya, wilayah timur kereta api. Jadi daerah surabaya blitar dan sebagainya. Dan aku mengambil jiwa perjuangannya, yaitu Bung Tomo,” ungkap Arya Kristina.

Arya Kristina
Arya Kristina

Bila jaman dulu musuh bangsa adalah kolonialisme yang dibawa oleh orang Belanda, di era sekarang, menurutnya kolonialisme yang dialaminya adalah konsistensi di SOP, lokasi, kondisi, dan alam. Pada intinya, musuh Arya Kristina adalah jangan ada kelambatan informasi. “Karena disana itu kan kondisinya serba cepat. Karaketer penumpang kereta api di sana (Jawa Timur) itu memang beda. Semua harus cepat semua harus instan. Jadi saya harus punya ide antisipasi. Caranya membuat video interior kereta, buku katalog tentang isi kereta, sehingga penumpang tidak komplain lagi. Jadi dia sudah tahu,” ungkapnya.

Lalu darimana Arya Kristina mendapat seragam militer itu? “Kebetulan karena dulu saya pernah dapat penghargaan di TBCCI 2013, saya dengan pimpinan saya itu berhubungan baik. Dan beliau support. Dan ini adalah seragam beliau, dipinjemin. Namanya diganti sementara, ditimpa, nanti dibalik lagi,” pungkasnya. Adapun Arya Kristina pernah meraih medali bronze di ajang TBCCI 2013, untuk kategori The Best Customer Service.

Tak kalah dengan Ria Agnesti dan Arya Kristina, BICARA 131 punya Dwi Putri S yang mengambil konsep suster ngesot. Oh mohon maaf, maksudnya adalah suster teladan. Ingatkah dengan lagu penyanyi legendaris Lilis Suryani berjudul “Berpisah di St Carolus” yang sangat menyentuh? Lagu itu menceritakan betapa alhmarhumah Fatmawati, istri Presiden Soekarno yang dirawat di Rumah Sakit St Carolus, Jatinegara, Jakarta Timur, karena sakit kanker, sangat terkagum dengan ketekunan dan jiwa kasih sayang sang perawat di sana.

Dwi Putri S (berbaju suster) bersama tim BICARA 131
Dwi Putri S (berbaju suster) bersama tim BICARA 131

Dan tentunya tebaran senyuman ikhlas mereka yang membuat Fatmawati Soekarno merasa akhir masa hidupnya masih bisa terisi energi positif. Itulah sebabnya Fatmawati menulis kisah tersebut sebelum meninggal dan akhirnya kisah sang Ibu Negara itu dijadikan lirik lagu yang sangat populer hingga kini. Dwi Putri mengibaratkan, dirinya seorang perawat tekun dan teladan dalam menangani para stakeholder yang menghubungi BICARA 131. Itulah gambaran tugas Dwi Putri di BICARA 131, yakni tekun dan teladan beserta senyuman yang selalu hadir di wajah.

Mobil Payah

Pada hakikatnya, hari ini sejuta senyuman kami dapat dari ajang TBCCI 2015. Perlu diketahui bahwa adalah sangat rugi, mereka yang susah tersenyum. Kita harus berkaca pada orang yang terpaksa disemprot gas ketawa oleh psikiater. Orang seperti itu bukan hanya ibarat orang yang mengidap penyakit akut, tapi bahkan ibarat mobil payah yang kurang tenaga. Pernah menonton film The Fast & The Forius dan sekuelnya 2 Fast 2 Forius? Kedua film tersebut mengungkapkan rahasia agar kendaraan melaju lebih cepat.

Rahasianya ada pada sebuah tabung kecil yang dikenal dengan nama NOS (Nitrous Oxide System). Kecepatan kendaraan yang dilengkapi dengan NOS, bisa meningkat antara 60 sampai 100 persen! Peran NOS sebagai sumber tenaga tambahan mesin, tidak dapat dilepaskan dari zat kimia yang dikandungnya, yakni dinitrogen mono oksida (N2O) yang diinjeksikan ke dalam karburator. Zat inilah yang sejak abad ke-18 sudah dikenal orang dengan istilah gas ketawa (laughing gas), si pembuat ketawa (the giggles), atau gas bahagia (happy gas).

Percobaan penggunaan gas ketawa oleh Sir Humphry Davy. Ilustrasi dari www.chem-is-try.org
Percobaan penggunaan gas ketawa oleh Sir Humphry Davy. Ilustrasi dari www.chem-is-try.org

Gejala-gejalanya diawali dengan histeria secara perlahan, eforia (rasa senang berlebihan), dan terkadang diakhiri dengan tertawa terus menerus. Itulah sebabnya zat berwujud gas ini disebut gas ketawa. Gas ketawa ini ditemukan oleh Joseph Priestley pada tahun 1772. Sehingga orang yang terpaksa harus diberikan N2O oleh dokter, tak bedanya dengan mobil yang kurang tenaga. Kita tentu tak ingin menjadi seperti itu.

Senyuman adalah anugerah sekaligus cara beramal yang gratis. Kita tentu sering mengalami kemunduran psikis lantaran menghadapi orang-orang dengan wajah tak bersahabat, wajah bermusuhan, murung, atau bahkan wajah datar. Hanya wajah datar pun kita sudah terdesak mentalnya, apalagi wajah murung dan tak bersahabat atau wajah bermusuhan. Itulah yang dinamakan pancaran energi negatif. Ini bukan teori BICARA 131, tapi adalah hasil penelitian Erbe Sentanu, sang pendiri Quantum Ikhlas. Buktinya adalah ketika kita mendapat senyuman dari seseorang, akan ada rasa optimisme yang muncul di diri. Apalagi orang yang melempar senyum adalah orang yang memang kita dambakan yang kita idolakan. Niscaya akan datang sejuta rasa percaya diri dan energi positif yang bahkan bermanfaat bagi orang-orang di sekitar kita. Itulah sebabnya, ada pepatah bijaksana, “Satu musuh itu terlalu banyak daripada seratus kawan.”

%d bloggers like this: