Published on 26 July 2017

​Pertunjukan Kontemporer Insan Contact Center Indonesia

Words by:
avatar

ICCA Indonesia

Kompetisi, tidak melulu menyoal persaingan. TBCCI 2017, begitu diperkaya dengan gelimang gagasan. Tentu ini sangat memberi asupan inspirasi bagi peserta, juri maupun kami sebagai apresiator atas karya mereka. Peserta tak jarang memaknai presentasi yang notabene ialah proses kerja sehari-hari dengan menggiring ke arah analogi berupa sosok, profesi atau hal yang memudahkan citraan penonton — yang kali ini ialah dewan juri. Semiotika tubuh dan kata, begitu Ferdinand de Saussure menyoal bagaimana seseorang mempunyai interpretasi makna tersendiri dengan sedemikian rupa latar belakangnya. Semiotik yang merupakan pendukung ketersampaian bahasa dengan tanda yang bisa berupa visual sign atau dengan body language. Penyampaian gagasan disampaikan dengan macam-macam cara yang mengkonsepsi daya ingat dan daya ikat dewan juri.  Maka yang punya gagasan cutting edge serta penampilan memimiliki daya pikatlah yang akan menjadi legenda di ajang ini. Selamat datang dalam Pertunjukkan Kontemporer Insan Contact Center. Dalam kesempatan ini kami menyambangi rekan-rekan yang sangat kuat dalam membawakan presentasinya dari segi konten maupun stage performance.

Inner Circle Injection

Jumpa dengan kawan-kawan dari DHL. Rabu pagi, 26 Juli 2017 kami terkesima dengan inner circle berisi 5 gadis belia yang menawan. DHL Angels demikian kami menyebutnya, 5 perempuan yang singkat dugaan kami sebelumnya merupakan sebuah girlband adalah bagian dari Contact Center DHL guna mengarungi kompetisi TBCCI 2017. Adalah Yana Rhisa, Amanda Pramantyo, Ratih Ningrum yang didaulat di tangkai kategori Back Office Officer kemudian 2 lainnya ialah Henni Sibarani serta Ghina Kamilia yang turun di kategori English Agent. Kelima perempuan yang hari ini kompak mengenakan wardrobe bernuansa monochrome ini menuturkan bahwa secara habit mereka tumbuh karena kebiasaan yang ditumbuhkan dari aktifitas keseharian di DHL. Salah satu dari mereka menyampaikan “Lu mau apa aja, kalo di DHL bakal sangat didukung. Lu mau teater, make up, termasuk ada play room. Bahkan kalo masuk di DHL lu bakal ditanya punya bakat lain apa?” Mereka berproses bersama dan ditumbuhkan dengan pelbagai kelas seperti drama, musik, tata rias serta kelas hobi yang mendukung mereka menjadi lebih profesional. Bekal tersebut sedemikian rupa terasa di TBCCI 2017, mereka mengaku bahwa persiapan mereka tanpa seorang pelatih khusus melainkan dari rekan-rekan yang pernah berpengalaman di TBCCI tahun-tahun sebelumnya.

Sementara itu Olga Larissa Nathania yang pernah lebih dahulu mencecap medali platinum di TBCCI 2015 ini turun di kategori Best of The Best Agent. Sosok cantik yang menginspirasi rekan-rekannya yang cantik pula itu mengangkat tema Disney Land yang menurutnya sangat berkorelasi dengan apa yang ia kerjakan sebagai English Agent yang mana amusement place itu ada di berbagai belahan dunia seperti halnya Agent English yang menggunakan bahasa Internasional. Selain itu ia menuturkan bawa faktor kepuasan pelanggan jadi kesamaan seperti Disney Land yang membuat orang jadi terkesan.

Kreatifitas tersebut juga kami lihat di kontestan DHL lainnya. Dua pria yang saya hampiri tampak berbeda karena yang satu menenteng bass dan satu lainnya tampak asyik melakukan drible bola basket. Dimas Valdy seorang bassist yang menggeluti genre Japanesse, Jazz dan Blues ini akan mempertunjukkan Lagu “Hysteria” yang dipopulerkan oleh Muse guna membuka presentasinya itu. Ia bertutur bahwa ia akan menggunakan analogi seorang bassist, tukasnya

”sekarang gini, siapa sih yang mau jadi bassist kalo ngeband. Pasti jarang kan. Tapi toh kita ada sisi dimana kita main solo, tapi sebenernya fungsi kita kan jadi penghubung antara yang maen drum, maen gitar, vokal dan instrumen lain jadi nyatu. Itulah yang gw ambil.”

Dengan menggunakan istilah-istilah di bidang musik ia tetap prima menenteng bass selama presentasi berlangsung.

Dramaturgi Khas

Kami berjumpa dengan Tino Sidin, kontestan Agent Inbound reguler yang menjadi utusan PT Telekomunikasi Indonesia. Ia mengaku dapat membuat mellow drama dengan membuat juri tersedu saat awal presentasi dengan kemampuan story telling yang bercerita tentang ibu. Namun tak perlu menunggu lama, kesedihan yang dirasakan dewan juri itu diubah dengan guyonan khas Telkom 108 yang membuat juri terpingkal. Dengan kesan yang dihadirkan Tino, membuat dewan juri begitu antusias hingga dengan senang hati berkenan foto bersama di dalam ruang presentasi.

Kemudian sorot mata kami beralih ke Okvirinda Stella Hendrayani yang mengaku sedikit bersedih dan tampak air mata di pipinya. Ia mengaku menjadi kurang maksimal dalam berbagi gagasan secara visual kepada dewan juri karena ada beberapa kesalahan teknis pada slide presentasinya itu. Namun hal tersebut bisa ia siasati dengan natural dengan tetap melanjutkan presentasinya. Bahkan penyanyi sekelas Isyana Sarasvati pernah tersandung stand mic dan terjatuh saat konser tunggalnya namun bisa bangkit dan secara innocent hingga membuat penonton melakukan standing occasion. Begitu pula Stella yang menganggap gangguan teknis yang dialaminya adalah part of Performance bisa disikapi dengan santai dan tetap melanjutkan presentasinya. Kemudian ia bercerita di Telkom 147 ia berproses bukan hanya dilatih dan dicetak namun ia merasa ditumbuhkan. Hal tersebutlah yang membuat ia secara dewasa bisa menanggulangi segala tantangan dengan cara yang humanis dan dinamis.
(Deska & Hadi)